Rabu, 09 Oktober 2013

Tugasku Tak Berakhir di Meja Dosen

MAKALAH KRISIS KRITIS MAHASISWA
MPKT A
Dosen : Prof.Dr.dr.Adik Wivowo

 
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Mahasiswa, adalah suatu kata yang menggambarkan penerus generasi di Indonesia. Mahasiswa merupakan harapan dari semua harapan bangsa di masa depan untuk pembangunan Indonesia dalam aspek apapun. Jika sudah mendengar istilah mahasiswa, tentunya kita akan tertuju kepada intelektualitas pikirannya. Daya pikir mahasiswa bebeda dengan saat-saat menjadi siswa. Mahasiswa adalah agen perubahan, penggerak dan penerus terdekat yang dimiliki oleh bangsa. Pada saat inilah peran mahasiswa sangat diperlukan guna mencerdaskan bangsa. Saat kita memasuki jenjang yang lebih tinggi yaitu masa belajar di perguruan tinggi adalah masa yang penting bagi pengembangan nilai kepribadian. Anda akan ditantang menghadapi gagasan-gagasan, filosofi baru dan akan membuat keputusan-keputusan pribadi dan karir yang akan mempengaruhi hidup. Pada saai ini kita tertantang untuk bisa merubah daya kreatifitas kita yang awalnya stagnan tanpa gerak menjadi mahasiswa yang bisa merubah paradigma pendidikan yang berkualitas.
Tidak luput dari kata itu, seorang mahasiswa hendaknya memiliki sikap yang tentu saja akan menjadi dasar pembentukan karakter seorang calon pemimpin dan penggerak pembangunan masa depan. Karena itu diperlukan adanya penerapanpatriot yaitu jiwa prestatif, aktif, tanggap, kritis, visioner, dan tanggung jawab.
Saat memperhatikan hal tersebut, Mahasiswa harus bersikap kritis. Kritis ialah tidak mudah menerima sesuatu dan selalu merasa tidak puas sehingga memiliki hasrat yang tinggi untuk ingin mengetahui yang lebih jauh. Memang seorang mahasiswa hendaknya seperti itu, memiliki jiwa kritis yang tinggi.
Namun melihat realita yang ada mahasiswa jaman sekarang jarang ada yang memiliki sikap kritis. Disinilah persoalan karakter yang mencuat kembali, ketika jaman serba canggih, praktis dan instan. Sebuah jaman dimana karakter mahasiswa menjadi pragmatis. Sebuah jaman dimana mahasiswa yang masih menjunjung tinggi karakter  idealis bahkan disebut kuno.
Bisa dikatakan sifat kritis mahasiswa jaman sekarang hanyalah bisa menjadi angin lalu bagi mereka yang dikritiki. Sifat kritis mereka hanyalah asap rokok saja yang mudah tersapu dengan hembusan angin, berbeda dengan sifat kritis mahasiswa zaman orde baru yang mampu menggulingkan rezim soeharto.
Melihat begitu pentingnya karakter kritis pada mahasiswa hal ini dapat disiasati mungkin salah satu cara yang paling mudah dengan ber-opini di Koran, menulis artikel bacaan tentang suatu problem yang dihadapi di masyarakat berserta solusi atau dapat juga berkomentar kritis terhadap berita/tulisan yang tidak dibenarkan di masyarakat.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah definisi dari kritis dan berpikir kritis?
2.      Bagaimana komponen, indikator, dan pengukuran dari berfikir kritis?
3.      Bagaimana model berpikir kritis mahasiswa saat ini?
4.      Bagaimana membentuk karakter berpikir kritis pada mahasiswa?
5.      Apa manfaat berpikir kritis bagi mahasiswa?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi kritis dan berpikir kritis
2.      Untuk mengetahui komponen indikator, dan pengukuran dari berfikir kritis
3.      Untuk mengetahui model berpikir kritis mahasiswa saat ini
4.      Untuk mengetahui bagaimana membentuk karakter berpikir kritis pada mahasiswa
5.      Untuk mengetahui manfaat berpikir kritis bagi mahasiswa

ISI
A.    Definisi kritis dan berpikir Kritis

Menurut KBBI, (2002 hlm 707), kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan, sanggup melakukan sesuatu. Sedangkan pengertian kritis adalah bersifat tidak lekas percaya, selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan, tajam dalam penganalisaan.
Menurut Gede Putra Adnyana (2011), berpikir kritis adalah kemampuan memberi alasan secara terorganisasi dan  mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis. Pendapat lain tentang konsep berpikir kritis diungkapkan oleh Ennis, (Prof. Dr. Patrisius Istiarto Djiwandono, 2011) sebagai  cara pikir yang bermula dari penentuan masalah atau pertanyaan secara jelas, yang disusul oleh pencarian informasi dan bukti yang terpercaya dengan mempertimbangkan semua situasi yang ada, kemudian menentukan solusi yang paling tepat, plus dengan kesadaran penuh akan segala konsekuensinya. Jadi kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk mempertimbangkan/ memutuskan sesuatu  dengan analisa yang sistematis.
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan  atau strategi kognitif dalam   menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.
Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir  kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir yang ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian.
Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1).
Definisi para ahli tentang berpikir kritis sangat beragam namun secara umum berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir kognitif dengan menggabungkan kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dalam kehidupan, sehingga bentuk ketrampilan berpikir yang dibutuhkan pun akan berbeda untuk masing–masing disiplin ilmu.
Berpikir berpikir kritis merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang berhubungan dengan proses belajar dan krisis itu sendiri sebagai sudut pandang selain itu juga membahas tentang komponen berpikir kritis  dalam keperawatan yang didalamnya dipelajari krakteristik, sikap dan standar berpikir kritis, analisis, pertanyaan kritis, pengambilan keputusan dan kreatifitas dalam berpikir kritis.
Untuk lebih mengoptimalkan dalam proses berpikir kritis setidaknya paham atau tahu dari komponen berpikir kritis itu sendiri, dan komponen berpikir kritis meliputi pengetahuan dasar, pengalaman, kompetensi, sikap dalam berpikir kritis, standar/ krakteristik berpikir kritis.
Keterampilan kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi memerlukan disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan dan dukungan.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks, yang berdasarkan pada pikiran rasional dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominatur umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri.
B.     Komponen indicator dan pengukuran dari berfikir kritis

1.      Komponen berpikir kritis
Komponen berpikir kritis terdiri atas standar yang harus ada dalam berpikir kritis dan elemennya. Menurut Bassham (2002) komponen berpikir kritis mencakup aspek kejelasan, ketepatan, ketelitian, relevansi, konsistensi, kebenaran logika, kelengkapan dan kewajaran. sedangkan menurut Paul dan Elder (2002) selain aspek–aspek yang telah dikemukakan oleh Bassham perlu ditambahkan dengan aspek keluasan kemaknaan dan kedalaman dari berpikir kritis.
Pendapat mengenai komponen berpikir kritis juga sangat bervariasi. Para ahli membuat konsensus tentang komponen inti berpikir kritis seperti interpretasi, analisi, evaluasi, inference, explanation dan self regulation (APPA, 1990).
Definisi dari masing–masing komponen tersebut adalah :
a.       interpretasi, kemampuan untuk mengerti dan menyatakan arti atau maksud suatu pengalaman yang bervariasi luas, situasi, data, peristiwa, keputusan, konvesi, kepercayaan, aturan, prosedur atau kriteria.
b.      Analysis, kemampuan untuk mengidentifikasi maksud dan kesimpulan yang benar di dalam hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi atau bentuk pernyataaan yang diharapkan untuk manyatakan kepercayaan, keputusan, pengalaman, alasan, informasi atau pendapat.
c.       evaluasi, kemampuan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau penyajian lain dengan menilai atau menggambarkan persepsi seseorang, pengalaman, situasi, keputusan, kepercayaan dan menilai kekuatan logika dari hubungan inferensial yang diharapkan atau hubungan inferensial yang aktual diantara pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk–bentuk representasi yang lain.
d.      inference, kemampuan untuk mengidentifikasi dan memilih unsur-unsur yang diperlukan untuk membentuk kesimpulan yang beralasan atau untuk membentuk hipotesis dengan memperhatikan informasi yang relevan.
e.       explanation, kemampuan untuk menyatakan hasil proses reasoning seseorang, kemampuan untuk membenarkan bahwa suatu alasan berdasar bukti, konsep, metodologi, suatu kriteria tertentu dan pertimbangan yang masuk akal, dan kemampuan untuk mempresentasikan alasan seseorang berupa argumentasi yang meyakinkan.
f.       Self- regulation, kesadaran seseorang untuk memonitor proses kognisi dirinya, elemen–elemen yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil yang dikembangkan, khususnya dengan mengaplikasikan ketrampilan dalam menganalisis dan mengevaluasi kemampuan diri dalam mengambil kesimpulan dengan bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi atau koreksi terhadap alasan dan hasil berpikir (APPA, 1990).
2.      Pengukuran berpikir kritis
Pengukuran berpikir kritis yang baik adalah pengukuran yang mampu mengukur komponen–komponen berpikir kritis yang akan diukur, penggabungan metode merupakan cara terbaik untuk mendapatkan gambaran kemampuan berpikir kritis yang cukup valid dari seseorang individu, selain itu validitas dan realibilitas alat ukur tersebut juga harus diperhatikan ketika memilih alat ukur yang mencakup content validity, concurrent validity, reliabilitas dan fairness.
Secara umum pengukuran berpikir kritis ada 4 cara : pertama dengan cara observasi kinerja seseorang selama suatu kegiatan. Observasi dilakukan dengan mengacu pada komponen berpikir kritis yang akan diukur, kemudian observer menyimpulkan bagaimana tingkat berpikir kritis individu yang diobservasi tersebut. Cara kedua dengan mengukur outcome dari komponen- komponen berpikir kritis yang telah diberikan. Ketiga dengan mengajukan pertanyaan dan menerima penjelasan seseorang mengenai prosedur dan keputusan yang mereka ambil terkait dengan komponen berpikir kritis yang akan diukur. Keempat dengan cara membandingkan outcome suatu komponen berpikir kritis dengan cara berpikir kritis lainnya. Tidak ada petunjuk baku mengenai masing–masing cara, yang terpenting adalah menentukan apakah cara pengukuran yang kita pilih mampu menggali komponen berpikir kritis yang akan kita nilai. Cara terbaik adalah dengan menggunakan penggabungan berbagai metode sehingga gambaran kemampuan berpikir kritis individu cukup valid (APA, 1990).
Alat ukur berpikir kritis cukup banyak, salah satunya Watson Glaster Critical Thinking Aprasial (WGCTA). WGCTA oleh Watson Glaster adalah sebuah contoh alat yang menggunakan metode mengukur outcome berpikir kritis dari komponen atau stimulus yang diberikan. Elemen berpikir kritis yang dinilai dalam alat ukur ini adalah inference, pengenalan asumsi, deduksi, interpretasi, dan evaluasi pendapat. WGCTA form S merupakan format terbaru yang terdiri atas 40 soal multiple choice, dengan pilihan item antara 2 sampai 5. Responden disediakan 5 skenario dan mereka diminta memilih kemungkinan penyelesaian dari data–data yang ada. Skor penilaian dalam tiap skenario ini antara 0 sampai 40 yang merupakan penjumlahan dari semua skor 40 soal multiple choice. Format WGCTA disusun dengan pendekatan deduktif, dalam penyusunan instrument tersebut juga telah diuji validitas dan reliabilitasnya (Gadzella, 1994).
Facione pada tahun 1990 menyusun instrument California Critical Thinking Skill Test (CCTST), alat ukur ini menggunakan pendekatan berpikir induktif dan deduktif sehingga lebih lengkap dibandingkan dengan WGCTA. CCTST telah diuji validitas dan realibilitasnya. Instrumen ini disusun atas 34 pertanyaan pilihan ganda yang mengukur 5 elemen berpikir kritis yaitu thinking analisis, evaluasi, inference, deduktif dan induktif reasoning. Gambaran berpikir kritis seseorang diperoleh dari total skor untuk 34 soal yang tersedia dan tingkat kemampuan seseorang untuk masing–masing elemen diperoleh dari skor untuk masing-masing elemen tersebut (Facione, 2000).
Alat ukur yang lain adalah Hamilton Critical Thinking Score Rubric (HCTSR) yang lebih fleksibel untuk mengukur berpikir kritis dalam berbagai kegiatan belajar seperti penulisan esai, presentasi dan kegiatan pembelajaran di klinik. Elemen yang diukur dalam instrument ini adalah interpretasi, analisis, evaluasi, inference, penjelasan dan self regulation. Hasil buah pikiran seseorang yang dituangkan dalam tulisan, presentasi atau kegiatan belajar yang lain, dinilai dengan menggunakan 4 skala yang mengukur 6 elemen inti critical thinking. Proses penilaian dilakukan 2 orang atau lebih untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
C.     Model berpikir kritis mahasiswa saat ini
Mahasiswa yang berada dalam lingkaran orang-orang terbaik dari bangsa ini. Manusia-manusia yang sesungguhnya sanggup mengubah peradaban dunia ini, yang sanggup mengubah wajah bangsa ini menjadi lebih baik. Di dalam derasnya arus akademis, kita juga adalah pemikir-pemikir. Tidak sedikit dari kehidupan sosial yang menjadi bagian dari kehidupan mahasiswa. Kebijakan pemerintah pun tidak luput dari pengamatan mahasiswa. Tapi, apakah buah pemikiran kita sudah memiliki standar intelektual? Benarkah pemikiran kita sudah kritis? Pemikiran yang bukan hanya sekedar muncul dari rasa emosional atau asumsi dan justifikasi, namun sebuah karya intelektual yang hadir secara ilmiah, atas dasar validitas dan analisis suatu data. Jangan-jangan kita hanya terjebak dalam arus provokasi yang ’memaksa’ untuk berpikir kritis, namun hanya untaian kata-kata tanpa arti yang keluar.
Seorang mahasiswa bukanlah pemuda tanpa visi, tanpa arah, namun pemuda yang dibangun secara intelektual menjadi cadangan negeri ini. Untuk itu, kita perlu belajar banyak dari guru/dosen kita. Sama halnya saat kita mencoba untuk berpikir secara kritis. Seharusnya kita paham akan konsep berpikir kritis sehingga kita tidak terjebak dalam pemikiran kita sendiri.

Saat ini, mahasiswa terjebak pada pola kehidupan dan pergaulan populer yang lebih cenderung pada obsesi keakuan dari pada kontribusi sosial. Saat ini mahasiswa hanya terfokus pada kuliah tanpa adanya sumbangsih pemikiran yang membangun. Mahasiswa sudah tidak mau tahu atau bahkan sudah tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Lingkungan sekitarnya saja sudah tidak dipedulikan, lalu bagaimana dengan bangsa ini? Oleh karena itu, tidak keliru jika mahasiswa masa kini, dinilai tidak memiliki keberanian dan kemampuan dalam menyampaikan gagasan-gagasan  ke publik. Aksi demonstrasi yang dilakukan tampak hanya seremonial dan formalitas semata hanya untuk mempertahankan ciri khas mahasiswa sebagai demonstran.
Lebih parah lagi, mahasiwa saat ini terbius pleh budaya populer, di mana segala informasi langsung diterima mentah-mentah tanpa diproses dan didalami secara rasional. Maka dari itu, mahasiswa dituntut untuk proaktif dan provokatif, mengasah sikap kritis dapat membantu mahasiswa untuk ambil bagian dari pendapat dan perubahan di lingkungannya. Sikap kritis bukan sikap yang ada sejak lahir, namun sikap yang timbul dari perubahan dan bisikan hati nurani kita kepada hal yang terjadi di sekitar, jangan hanya duduk diam dan mengamati saja.
Kehilangan karakter kritis pada dirin mahasiswa bisa dilihat dengan ia cenderung menerima saja apa yang ada. Dalam mengikuti perkuliahan. Bagaimanapun juga dosen adalah manusia biasa yang juga bisa salah. Oleh karena itu sebaiknya mahasiswa mencari tahu dari sumber yang sesungguhnya dan juga dari sumber lain yang mungkin saja nantinya akan memperkuat dan memperlemah suatu pendapat. Kegiatan berpikir kritis ini nantinya akan mempermudah ketika membuat tulisan ilmiah seperti makalah atau skripsi. Contohnya saja dalam perkuliahan bisa dilihat saat dosen membuka sesi tanya jawab di akhir perkuliahan, mahasiswa cenderung diam seribu bahasa. Mahasiwa tidak ada respon sama sekali,cenderung diam, bahkan  menerima saja yang diberikan dosen dan membukanya disaat akan ujian. Saat akan ujian barulah muncul banyak pertanyaan di benak para mahasiswa
Dengan kondisi ini, sikap kritis mahasiswa masih kurang. Hal ini dapat berdampak keberterimaan nilai-nilai yang diperolah.Untuk itulah diperlukan membinaan sikap kritis mahasiswa dengan memberikan pembekalan atau meterikuliah berupa logika,ilmu sosial dan budaya dasar, sertailmu kealaman dasar; yang diyakini sebagai matakuliah dapat membentuk sikap kritis mahasiswa, khususnya untuk memunculkan kepedulian kepada hal- hal di luar dirinya,yaitu masyarakat.
D.    Cara membentuk karakter berpikir kritis pada mahasiswa
1.      Mengikuti  Kegiatan Penulisan Ilmiah

Karena, kegiatan itu bisa merangsang cara berpikir kritis, melatih pola berpikir teratur (sistematis), serta meningkatkan kepekaan atau kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Penelitian ilmiah dan penulisan karya ilmiah dapat menjadi pilihan kegiatan yang menarik bagi remaja. Tak jarang, dari rasa keingintahuan lahirlah sebuah karya besar yang bermanfaat bagi masyarakat. Berpikir cerdas, kritis, objektif dan sistematis, serta peka terhadap lingkungan sekitar merupakan syarat yang sangat dibutuhkan bagi seorang calon peneliti

2.      Menerapkan metode debat

Debat merupakan implementasi dari berpikir kritis (critical thinking). Seorang mahasiswa harus dilatih sejak awal untuk terbiasa berani mengkritisi segala sesuatu, sebab hanya dengan kebebasan berpikirlah manusia akan maju dan berkembang. Sejarah sudah membuktikan betapa masyarakat yang terkungkung oleh kekuasaan yang otoriter dan menghalangi kebebasan berpikir mengakibatkan bangsa itu menjadi bangsa yang terbelakang.
Siswa, sebagai calon pemimpin masa depan, harus dibiasakan untuk belajar mengkritisi fenomena yang ada dalam kehidupannya. Langkah ini diharapkan akan menanamkan dalam dirinya keberanian untuk mengkritisi segala sesuatu dan belajar berargumentasi.

3.      Mempertanyakan apa yang dilihat dan didengar
Menurut para ahli, melatih berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara mempertanyakan apa yang dilihat dan didengar. Setelah itu, dilanjutkan dengan bertanya mengapa dan bagaimana tentang hal tersebut. Intinya, jangan langsung menerima mentah-mentah informasi yang masuk. Dari mana pun datangnya, informasi yang diperoleh harus dicerna dengan baik dan cermat sebelum akhirnya disimpulkan. Karena itu, berlatih berpikir kritis artinya juga berperilaku hati-hati dan tidak grusa-grusu dalam menyikapi permasalahan.
4.      Pembelajaran kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V., 2002; Gokhale A.A., 2005 dalam Sudaryanto, 2008). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain, mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan, membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
E.     Manfaat Berpikir Kritis
1.      Berpikir Kritis di Kelas
Kita sebenarnya sudah mulai berpikir kritis di kelas ketika kita berdiskusi kelompok dan mengkritik pendapat teman kita. Sebagai mahasiswa kita seharusnya selalu bersikap kritis di kelas.  Dunia perguruan tinggi berbeda dengan keadaan ketika masih di SLTA. Berpikir kritis telah menjadi bagian dari jati diri mahasiswa.
Saat diperkuliahan, kita diajarkan mengenai pemikiran kritis, hal ini bisa membantu kita meningkatkan keterampilan berpikir. Diharapkan keterampilan dan kemampuan berpikir kritis dan logis bisa meningkatkan performa di kelas. Sebelumnya,jika kita adalah mahasiswa yang mendengar dan menerima begitu saja apa yang dikatakan dosen atau teman-teman kita, maka sekaranglah saatnya kita berani berpikir dan mempertanyakan argumentasi dosen atau teman. Dengan kemampuan berpikir kritis, kita seharusnya bisa:
1.      Memahami argumentasi-argumentasi dan keyakinan-keyakinan dosen dan teman-teman kita
2.      Mengevaluasi dan menilai argumentasi dan keyakinan tersebut secara kritis.
3.      Membangun dan mempertahankan argument-argumen yang sudah kita bangun secara yakin.
Tentu sebagai mahasiswa kita harus mempelajari dan menguasai bidang ilmu tertentu. Ada yang mempertanyakan apakah kuliah mengenai berpikir kritis bisa membantu kita menguasai bidang keilmuan dan jawabannya adalah dapat. Kuliah logika atau berpikir kritis mungkin tidak akan membuat mata kuliah lain menjadi lebih mudah dipahami. Meskipun demikian, kita akan menyadari betapa pemikiran kritis membantu kita mempelajari mata kuliah lain dengan perspektif yang lebih terfokus. Berpikir kritis akan memudahkan kita memahami mata kuliah lain secara lebih mendalam, ketika kita memiliki sikap untuk tidak percaya begitu saja pada apa yang dipaparkan, kita berusaha mencari informasi secara lebih mendalam dan lengkap, kita mengevaluasi konsistensi logis dari pemikiran-pemikiran yang disajikan, dan sebagainya.
Keterampilan berpikir kritis yang kita miliki akan membantu kita mengevaluasi secara kritis apa yang sudah kita pelajari di kelas. Berpikir kritis akan mendorong kita untuk selalu melihat segala sesuatu dari banyak perspektif dan yang jauh lebih luas. Pemikiran kritis juga memampukan kita membangun argumentasi atau pemikiran mengenai suatu topik atau pendapat.
2.      Berpikir Kritis di Tempat Kerja
Di mana pun juga kita bekerja dan apa saja profesi atau keahlian kita, berpikir kritis tetap diperlukan. Jika kita sebagai seorang pimpinan, kita dituntut untuk memberi instruksi yang jelas, tidak ambigu, dan tidak membingungkan. Dalam berbagai rapat, kita diharapkan mampu memformulasikan persoalan secara jelas dan runtut. Kita menilai kinerja karyawan bukan berdasarkan kriteria senang atau tidak senang atau prasangka-prasangka etnis, jender, agama, dan sebagainya, tetapi semata-mata berdasarkan keahlian. Kita juga memiliki sikap terbuka terhadap kritik dan mau memperbaiki diri.
Demikian pula karyawan biasa. Supaya bisa dimengerti teman atau atasan, kita juga harus memiliki sikap kritis. Indikator-indikator berpikir kritis di atas dapat menjadi pedoman sejauh mana kita sudah bisa disebut orang yang kritis. Di tempat kerja, kita akan sulit dipahami jika cara berkomunikasi kita mengandung kias, prasangka, sterotip, dan sebagainya. Seluruh laporan kerja kamu juga akan mudah dimengerti jika dikerjakan secara jelas dan logis
3.      Berpikir Kritis dalam Kehidupan Sehari-hari
Berpikir kritis juga sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, karena,
1.      berpikir kritis membuat kita menghindari pengambilan keputusan yang terburu-buru atau gegabah yang akan merugikan diri sendiri. Misalnya, ketika kita memutuskan untuk membeli sesuatu, membangun hubungan perkawinan dengan seseorang, pindah kerja, membangun bisnis, dan sebagainya.
2.      berpikir kritis juga memiliki peran penting dalam kehidupan bernegara yang demokratis. Sistem politik yang demokratis menjamin kebebasan kepada warga negara untuk menyatakan pikiran dan pendapatnya, baik secara lisan maupun tulisan. Bentuknya bisa berupa aksi protes dan demonstrasi, jajak pendapat, tulisan di Koran, pamflet, spanduk, dan sebagainya. Semua ini dalam penerapannya sangat mengandaikan keterampilan berpikir kritis.
Berpikir kritis juga memiliki tujuan pada dirinya sendiri, yakni membuat seseorang menjadi matang secara intelektual. Jika manusia pada umumnya bersikap dogmatis, menerima dan percaya begitu saja pada apa yang dibicarakan atau dikatakan orang, kita yang memiliki pemikiran kritis akan memiliki sikap yang berbeda dengan kebanyakan orang tersebut. Kita akan mempertanyakan segala sesuatu dan berusaha menemukan jawaban yang paling memuaskan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar