MAKALAH KRISIS KRITIS MAHASISWA
MPKT A
Dosen : Prof.Dr.dr.Adik Wivowo
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahasiswa, adalah suatu kata
yang menggambarkan penerus generasi di Indonesia. Mahasiswa merupakan harapan
dari semua harapan bangsa di masa depan untuk pembangunan Indonesia dalam aspek
apapun. Jika sudah mendengar istilah mahasiswa, tentunya kita akan tertuju
kepada intelektualitas pikirannya. Daya pikir mahasiswa bebeda dengan saat-saat
menjadi siswa. Mahasiswa adalah agen perubahan, penggerak dan penerus terdekat
yang dimiliki oleh bangsa. Pada saat inilah peran mahasiswa sangat diperlukan
guna mencerdaskan bangsa. Saat kita memasuki jenjang yang lebih tinggi yaitu
masa belajar di perguruan tinggi adalah masa yang penting bagi pengembangan
nilai kepribadian. Anda akan ditantang menghadapi gagasan-gagasan, filosofi
baru dan akan membuat keputusan-keputusan pribadi dan karir yang akan
mempengaruhi hidup. Pada saai ini kita tertantang untuk bisa merubah daya
kreatifitas kita yang awalnya stagnan tanpa gerak menjadi mahasiswa yang bisa
merubah paradigma pendidikan yang berkualitas.
Tidak
luput dari kata itu, seorang mahasiswa hendaknya memiliki sikap yang tentu saja
akan menjadi dasar pembentukan karakter seorang calon pemimpin dan penggerak
pembangunan masa depan. Karena itu diperlukan adanya penerapanpatriot yaitu
jiwa prestatif, aktif, tanggap, kritis, visioner, dan tanggung jawab.
Saat memperhatikan hal tersebut,
Mahasiswa harus bersikap kritis. Kritis ialah tidak mudah menerima sesuatu dan
selalu merasa tidak puas sehingga memiliki hasrat yang tinggi untuk ingin
mengetahui yang lebih jauh. Memang seorang mahasiswa hendaknya seperti itu,
memiliki jiwa kritis yang tinggi.
Namun melihat realita yang ada
mahasiswa jaman sekarang jarang ada yang memiliki sikap kritis. Disinilah
persoalan karakter yang mencuat kembali, ketika jaman serba canggih, praktis
dan instan. Sebuah jaman dimana karakter mahasiswa menjadi pragmatis. Sebuah
jaman dimana mahasiswa yang masih menjunjung tinggi karakter idealis bahkan disebut kuno.
Bisa dikatakan sifat kritis
mahasiswa jaman sekarang hanyalah bisa menjadi angin lalu bagi mereka yang
dikritiki. Sifat kritis mereka hanyalah asap rokok saja yang mudah tersapu
dengan hembusan angin, berbeda dengan sifat kritis mahasiswa zaman orde baru
yang mampu menggulingkan rezim soeharto.
Melihat begitu pentingnya
karakter kritis pada mahasiswa hal ini dapat disiasati mungkin salah satu cara
yang paling mudah dengan ber-opini di Koran, menulis artikel bacaan tentang
suatu problem yang dihadapi di masyarakat berserta solusi atau dapat juga
berkomentar kritis terhadap berita/tulisan yang tidak dibenarkan di masyarakat.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah
definisi dari kritis dan berpikir kritis?
2. Bagaimana
komponen, indikator, dan pengukuran dari berfikir kritis?
3. Bagaimana
model berpikir kritis mahasiswa saat ini?
4. Bagaimana
membentuk karakter berpikir kritis pada mahasiswa?
5. Apa
manfaat berpikir kritis bagi mahasiswa?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui definisi kritis dan berpikir kritis
2. Untuk
mengetahui komponen indikator, dan pengukuran dari berfikir kritis
3. Untuk
mengetahui model berpikir kritis mahasiswa saat ini
4. Untuk
mengetahui bagaimana membentuk karakter berpikir kritis pada mahasiswa
5. Untuk
mengetahui manfaat berpikir kritis bagi mahasiswa
ISI
A. Definisi
kritis dan berpikir Kritis
Menurut KBBI, (2002 hlm 707),
kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan, sanggup melakukan sesuatu.
Sedangkan pengertian kritis adalah bersifat tidak lekas percaya, selalu
berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan, tajam dalam penganalisaan.
Menurut Gede Putra Adnyana (2011), berpikir kritis adalah
kemampuan memberi alasan secara terorganisasi dan mengevaluasi kualitas
suatu alasan secara sistematis. Pendapat lain tentang konsep berpikir kritis
diungkapkan oleh Ennis, (Prof. Dr. Patrisius Istiarto Djiwandono, 2011) sebagai
cara pikir yang bermula dari penentuan masalah atau pertanyaan secara
jelas, yang disusul oleh pencarian informasi dan bukti yang terpercaya dengan
mempertimbangkan semua situasi yang ada, kemudian menentukan solusi yang paling
tepat, plus dengan kesadaran penuh akan segala konsekuensinya. Jadi kemampuan
berpikir kritis adalah kemampuan untuk mempertimbangkan/ memutuskan sesuatu
dengan analisa yang sistematis.
Menurut Halpen (1996), berpikir
kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif
dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan
tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran merupakan bentuk
berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan
kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika
menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe
yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan
mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan
beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa
disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan
dituju.
Pendapat senada dikemukakan
Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional,
kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis,
mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan
mengevaluasi.
Dari dua pendapat tersebut,
tampak adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir yang ternyata berproses.
Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada sebuah
kesimpulan atau penilaian.
Penekanan kepada proses dan
tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir kritis yaitu proses
intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian
atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi.
Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran,
pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan
tindakan (Walker, 2001: 1).
Definisi para ahli tentang
berpikir kritis sangat beragam namun secara umum berpikir kritis merupakan
suatu proses berpikir kognitif dengan menggabungkan kemampuan intelektual dan
kemampuan berpikir untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dalam kehidupan,
sehingga bentuk ketrampilan berpikir yang dibutuhkan pun akan berbeda untuk
masing–masing disiplin ilmu.
Berpikir berpikir kritis
merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang berhubungan
dengan proses belajar dan krisis itu sendiri sebagai sudut pandang selain itu
juga membahas tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan yang
didalamnya dipelajari krakteristik, sikap dan standar berpikir kritis,
analisis, pertanyaan kritis, pengambilan keputusan dan kreatifitas dalam
berpikir kritis.
Untuk lebih mengoptimalkan dalam
proses berpikir kritis setidaknya paham atau tahu dari komponen berpikir kritis
itu sendiri, dan komponen berpikir kritis meliputi pengetahuan dasar,
pengalaman, kompetensi, sikap dalam berpikir kritis, standar/ krakteristik
berpikir kritis.
Keterampilan kognitif yang
digunakan dalam berpikir kualitas tinggi memerlukan disiplin intelektual,
evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan dan dukungan.
Berpikir kritis adalah proses
perkembangan kompleks, yang berdasarkan pada pikiran rasional dan cermat
menjadi pemikir kritis adalah denominatur umum untuk pengetahuan yang menjadi
contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri.
B. Komponen
indicator dan pengukuran dari berfikir kritis
1. Komponen
berpikir kritis
Komponen berpikir kritis terdiri
atas standar yang harus ada dalam berpikir kritis dan elemennya. Menurut
Bassham (2002) komponen berpikir kritis mencakup aspek kejelasan, ketepatan,
ketelitian, relevansi, konsistensi, kebenaran logika, kelengkapan dan
kewajaran. sedangkan menurut Paul dan Elder (2002) selain aspek–aspek yang
telah dikemukakan oleh Bassham perlu ditambahkan dengan aspek keluasan
kemaknaan dan kedalaman dari berpikir kritis.
Pendapat mengenai komponen berpikir
kritis juga sangat bervariasi. Para ahli membuat konsensus tentang komponen
inti berpikir kritis seperti interpretasi, analisi, evaluasi, inference,
explanation dan self regulation (APPA, 1990).
Definisi dari masing–masing
komponen tersebut adalah :
a. interpretasi,
kemampuan untuk mengerti dan menyatakan arti atau maksud suatu pengalaman yang
bervariasi luas, situasi, data, peristiwa, keputusan, konvesi, kepercayaan,
aturan, prosedur atau kriteria.
b. Analysis,
kemampuan untuk mengidentifikasi maksud dan kesimpulan yang benar di dalam
hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi atau bentuk
pernyataaan yang diharapkan untuk manyatakan kepercayaan, keputusan,
pengalaman, alasan, informasi atau pendapat.
c. evaluasi,
kemampuan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau penyajian lain dengan
menilai atau menggambarkan persepsi seseorang, pengalaman, situasi, keputusan,
kepercayaan dan menilai kekuatan logika dari hubungan inferensial yang
diharapkan atau hubungan inferensial yang aktual diantara pernyataan,
deskripsi, pertanyaan atau bentuk–bentuk representasi yang lain.
d. inference,
kemampuan untuk mengidentifikasi dan memilih unsur-unsur yang diperlukan untuk
membentuk kesimpulan yang beralasan atau untuk membentuk hipotesis dengan
memperhatikan informasi yang relevan.
e. explanation,
kemampuan untuk menyatakan hasil proses reasoning seseorang, kemampuan untuk
membenarkan bahwa suatu alasan berdasar bukti, konsep, metodologi, suatu
kriteria tertentu dan pertimbangan yang masuk akal, dan kemampuan untuk mempresentasikan
alasan seseorang berupa argumentasi yang meyakinkan.
f. Self-
regulation, kesadaran seseorang untuk memonitor proses kognisi dirinya,
elemen–elemen yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil yang dikembangkan,
khususnya dengan mengaplikasikan ketrampilan dalam menganalisis dan
mengevaluasi kemampuan diri dalam mengambil kesimpulan dengan bentuk
pertanyaan, konfirmasi, validasi atau koreksi terhadap alasan dan hasil
berpikir (APPA, 1990).
2. Pengukuran berpikir kritis
Pengukuran berpikir kritis yang
baik adalah pengukuran yang mampu mengukur komponen–komponen berpikir kritis
yang akan diukur, penggabungan metode merupakan cara terbaik untuk mendapatkan
gambaran kemampuan berpikir kritis yang cukup valid dari seseorang individu,
selain itu validitas dan realibilitas alat ukur tersebut juga harus
diperhatikan ketika memilih alat ukur yang mencakup content validity,
concurrent validity, reliabilitas dan fairness.
Secara umum pengukuran berpikir
kritis ada 4 cara : pertama dengan cara observasi kinerja seseorang selama
suatu kegiatan. Observasi dilakukan dengan mengacu pada komponen berpikir
kritis yang akan diukur, kemudian observer menyimpulkan bagaimana tingkat
berpikir kritis individu yang diobservasi tersebut. Cara kedua dengan mengukur
outcome dari komponen- komponen berpikir kritis yang telah diberikan. Ketiga
dengan mengajukan pertanyaan dan menerima penjelasan seseorang mengenai
prosedur dan keputusan yang mereka ambil terkait dengan komponen berpikir
kritis yang akan diukur. Keempat dengan cara membandingkan outcome suatu
komponen berpikir kritis dengan cara berpikir kritis lainnya. Tidak ada
petunjuk baku mengenai masing–masing cara, yang terpenting adalah menentukan
apakah cara pengukuran yang kita pilih mampu menggali komponen berpikir kritis
yang akan kita nilai. Cara terbaik adalah dengan menggunakan penggabungan
berbagai metode sehingga gambaran kemampuan berpikir kritis individu cukup
valid (APA, 1990).
Alat ukur berpikir kritis cukup
banyak, salah satunya Watson Glaster Critical Thinking Aprasial (WGCTA). WGCTA
oleh Watson Glaster adalah sebuah contoh alat yang menggunakan metode mengukur
outcome berpikir kritis dari komponen atau stimulus yang diberikan. Elemen
berpikir kritis yang dinilai dalam alat ukur ini adalah inference, pengenalan
asumsi, deduksi, interpretasi, dan evaluasi pendapat. WGCTA form S merupakan
format terbaru yang terdiri atas 40 soal multiple choice, dengan pilihan item
antara 2 sampai 5. Responden disediakan 5 skenario dan mereka diminta memilih
kemungkinan penyelesaian dari data–data yang ada. Skor penilaian dalam tiap
skenario ini antara 0 sampai 40 yang merupakan penjumlahan dari semua skor 40
soal multiple choice. Format WGCTA disusun dengan pendekatan deduktif, dalam
penyusunan instrument tersebut juga telah diuji validitas dan reliabilitasnya
(Gadzella, 1994).
Facione pada tahun 1990 menyusun
instrument California Critical Thinking Skill Test (CCTST), alat ukur ini
menggunakan pendekatan berpikir induktif dan deduktif sehingga lebih lengkap
dibandingkan dengan WGCTA. CCTST telah diuji validitas dan realibilitasnya.
Instrumen ini disusun atas 34 pertanyaan pilihan ganda yang mengukur 5 elemen
berpikir kritis yaitu thinking analisis, evaluasi, inference, deduktif dan
induktif reasoning. Gambaran berpikir kritis seseorang diperoleh dari total
skor untuk 34 soal yang tersedia dan tingkat kemampuan seseorang untuk
masing–masing elemen diperoleh dari skor untuk masing-masing elemen tersebut
(Facione, 2000).
Alat ukur yang lain adalah
Hamilton Critical Thinking Score Rubric (HCTSR) yang lebih fleksibel untuk
mengukur berpikir kritis dalam berbagai kegiatan belajar seperti penulisan
esai, presentasi dan kegiatan pembelajaran di klinik. Elemen yang diukur dalam
instrument ini adalah interpretasi, analisis, evaluasi, inference, penjelasan
dan self regulation. Hasil buah pikiran seseorang yang dituangkan dalam
tulisan, presentasi atau kegiatan belajar yang lain, dinilai dengan menggunakan
4 skala yang mengukur 6 elemen inti critical thinking. Proses penilaian
dilakukan 2 orang atau lebih untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
C. Model
berpikir kritis mahasiswa saat ini
Mahasiswa yang berada
dalam lingkaran orang-orang terbaik dari bangsa ini. Manusia-manusia yang
sesungguhnya sanggup mengubah peradaban dunia ini, yang sanggup mengubah wajah
bangsa ini menjadi lebih baik. Di dalam derasnya arus akademis, kita juga
adalah pemikir-pemikir. Tidak sedikit dari kehidupan sosial yang menjadi bagian
dari kehidupan mahasiswa. Kebijakan pemerintah pun tidak luput dari pengamatan
mahasiswa. Tapi, apakah buah pemikiran kita sudah memiliki standar intelektual?
Benarkah pemikiran kita sudah kritis? Pemikiran yang bukan hanya sekedar muncul
dari rasa emosional atau asumsi dan justifikasi, namun sebuah karya intelektual
yang hadir secara ilmiah, atas dasar validitas dan analisis suatu data.
Jangan-jangan kita hanya terjebak dalam arus provokasi yang ’memaksa’ untuk
berpikir kritis, namun hanya untaian kata-kata tanpa arti yang keluar.
Seorang mahasiswa
bukanlah pemuda tanpa visi, tanpa arah, namun pemuda yang dibangun secara
intelektual menjadi cadangan negeri ini. Untuk itu, kita perlu belajar banyak
dari guru/dosen kita. Sama halnya saat kita mencoba untuk berpikir secara
kritis. Seharusnya kita paham akan konsep berpikir kritis sehingga kita tidak
terjebak dalam pemikiran kita sendiri.
Saat ini, mahasiswa terjebak
pada pola kehidupan dan pergaulan populer yang lebih cenderung pada obsesi
keakuan dari pada kontribusi sosial. Saat ini mahasiswa hanya terfokus pada
kuliah tanpa adanya sumbangsih pemikiran yang membangun. Mahasiswa sudah tidak
mau tahu atau bahkan sudah tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Lingkungan
sekitarnya saja sudah tidak dipedulikan, lalu bagaimana dengan bangsa ini? Oleh
karena itu, tidak keliru jika mahasiswa masa kini, dinilai tidak memiliki
keberanian dan kemampuan dalam menyampaikan gagasan-gagasan ke
publik. Aksi demonstrasi yang dilakukan tampak hanya seremonial dan formalitas
semata hanya untuk mempertahankan ciri khas mahasiswa sebagai demonstran.
Lebih parah lagi, mahasiwa saat
ini terbius pleh budaya populer, di mana segala informasi langsung diterima
mentah-mentah tanpa diproses dan didalami secara rasional. Maka dari itu,
mahasiswa dituntut untuk proaktif dan provokatif, mengasah sikap kritis dapat
membantu mahasiswa untuk ambil bagian dari pendapat dan perubahan di
lingkungannya. Sikap kritis bukan sikap yang ada sejak lahir, namun sikap yang
timbul dari perubahan dan bisikan hati nurani kita kepada hal yang terjadi di
sekitar, jangan hanya duduk diam dan mengamati saja.
Kehilangan karakter
kritis pada dirin mahasiswa bisa dilihat dengan ia cenderung menerima saja apa
yang ada. Dalam mengikuti perkuliahan. Bagaimanapun juga dosen
adalah manusia biasa yang juga bisa salah. Oleh karena itu sebaiknya mahasiswa
mencari tahu dari sumber yang sesungguhnya dan juga dari sumber lain yang
mungkin saja nantinya akan memperkuat dan memperlemah suatu pendapat. Kegiatan
berpikir kritis ini nantinya akan mempermudah ketika membuat tulisan ilmiah
seperti makalah atau skripsi. Contohnya saja dalam perkuliahan bisa dilihat saat dosen membuka sesi tanya jawab di
akhir perkuliahan, mahasiswa cenderung diam seribu bahasa. Mahasiwa tidak ada
respon sama sekali,cenderung diam, bahkan
menerima saja yang diberikan dosen dan membukanya disaat akan ujian.
Saat akan ujian barulah muncul banyak pertanyaan di benak para mahasiswa
Dengan
kondisi ini, sikap kritis mahasiswa masih kurang. Hal ini dapat berdampak
keberterimaan nilai-nilai yang diperolah.Untuk itulah diperlukan membinaan
sikap kritis mahasiswa dengan memberikan pembekalan atau meterikuliah berupa
logika,ilmu sosial dan budaya dasar, sertailmu kealaman dasar; yang diyakini
sebagai matakuliah dapat membentuk sikap kritis mahasiswa, khususnya untuk
memunculkan kepedulian kepada hal- hal di luar dirinya,yaitu masyarakat.
D. Cara
membentuk karakter berpikir kritis pada mahasiswa
1.
Mengikuti Kegiatan Penulisan Ilmiah
Karena, kegiatan itu bisa merangsang cara berpikir kritis, melatih pola
berpikir teratur (sistematis), serta meningkatkan kepekaan atau kepedulian
terhadap lingkungan sekitar. Penelitian ilmiah dan penulisan karya ilmiah dapat
menjadi pilihan kegiatan yang menarik bagi remaja. Tak jarang, dari rasa
keingintahuan lahirlah sebuah karya besar yang bermanfaat bagi masyarakat.
Berpikir cerdas, kritis, objektif dan sistematis, serta peka terhadap
lingkungan sekitar merupakan syarat yang sangat dibutuhkan bagi seorang calon
peneliti
2.
Menerapkan
metode debat
Debat merupakan implementasi dari berpikir kritis (critical thinking). Seorang
mahasiswa harus dilatih sejak awal untuk terbiasa berani mengkritisi segala
sesuatu, sebab hanya dengan kebebasan berpikirlah manusia akan maju dan
berkembang. Sejarah sudah membuktikan betapa masyarakat yang terkungkung oleh
kekuasaan yang otoriter dan menghalangi kebebasan berpikir mengakibatkan bangsa
itu menjadi bangsa yang terbelakang.
Siswa, sebagai calon pemimpin masa depan, harus dibiasakan untuk belajar
mengkritisi fenomena yang ada dalam kehidupannya. Langkah ini diharapkan akan
menanamkan dalam dirinya keberanian untuk mengkritisi segala sesuatu dan
belajar berargumentasi.
3.
Mempertanyakan
apa yang dilihat dan didengar
Menurut para ahli, melatih berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara
mempertanyakan apa yang dilihat dan didengar. Setelah itu, dilanjutkan dengan
bertanya mengapa dan bagaimana tentang hal tersebut. Intinya, jangan langsung
menerima mentah-mentah informasi yang masuk. Dari mana pun datangnya, informasi
yang diperoleh harus dicerna dengan baik dan cermat sebelum akhirnya
disimpulkan. Karena itu, berlatih berpikir kritis artinya juga berperilaku
hati-hati dan tidak grusa-grusu dalam menyikapi permasalahan.
4.
Pembelajaran
kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga
direkomendasikan sebagai strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V., 2002; Gokhale A.A., 2005 dalam
Sudaryanto, 2008). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk
mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain,
mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan,
membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan
motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan
menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
E.
Manfaat
Berpikir Kritis
1. Berpikir Kritis di Kelas
Kita sebenarnya sudah mulai berpikir kritis di kelas ketika kita berdiskusi
kelompok dan mengkritik pendapat teman kita. Sebagai mahasiswa kita seharusnya
selalu bersikap kritis di kelas. Dunia perguruan tinggi berbeda dengan
keadaan ketika masih di SLTA. Berpikir kritis telah menjadi bagian dari jati
diri mahasiswa.
Saat diperkuliahan, kita diajarkan mengenai pemikiran kritis, hal ini bisa
membantu kita meningkatkan keterampilan berpikir. Diharapkan keterampilan dan
kemampuan berpikir kritis dan logis bisa meningkatkan performa di kelas.
Sebelumnya,jika kita adalah mahasiswa yang mendengar dan menerima begitu saja
apa yang dikatakan dosen atau teman-teman kita, maka sekaranglah saatnya kita
berani berpikir dan mempertanyakan argumentasi dosen atau teman. Dengan
kemampuan berpikir kritis, kita seharusnya bisa:
1. Memahami argumentasi-argumentasi dan
keyakinan-keyakinan dosen dan teman-teman kita
2. Mengevaluasi dan menilai argumentasi dan
keyakinan tersebut secara kritis.
3. Membangun dan mempertahankan
argument-argumen yang sudah kita bangun secara yakin.
Tentu sebagai mahasiswa kita harus mempelajari dan menguasai bidang ilmu
tertentu. Ada yang mempertanyakan apakah kuliah mengenai berpikir kritis bisa
membantu kita menguasai bidang keilmuan dan jawabannya adalah dapat. Kuliah
logika atau berpikir kritis mungkin tidak akan membuat mata kuliah lain menjadi
lebih mudah dipahami. Meskipun demikian, kita akan menyadari betapa pemikiran
kritis membantu kita mempelajari mata kuliah lain dengan perspektif yang lebih
terfokus. Berpikir kritis akan memudahkan kita memahami mata kuliah lain secara
lebih mendalam, ketika kita memiliki sikap untuk tidak percaya begitu saja pada
apa yang dipaparkan, kita berusaha mencari informasi secara lebih mendalam dan
lengkap, kita mengevaluasi konsistensi logis dari pemikiran-pemikiran yang
disajikan, dan sebagainya.
Keterampilan berpikir kritis yang kita miliki akan membantu kita
mengevaluasi secara kritis apa yang sudah kita pelajari di kelas. Berpikir
kritis akan mendorong kita untuk selalu melihat segala sesuatu dari banyak
perspektif dan yang jauh lebih luas. Pemikiran kritis juga memampukan kita
membangun argumentasi atau pemikiran mengenai suatu topik atau pendapat.
2. Berpikir Kritis di Tempat Kerja
Di mana pun juga kita bekerja dan apa saja profesi atau keahlian kita,
berpikir kritis tetap diperlukan. Jika kita sebagai seorang pimpinan, kita
dituntut untuk memberi instruksi yang jelas, tidak ambigu, dan tidak
membingungkan. Dalam berbagai rapat, kita diharapkan mampu memformulasikan
persoalan secara jelas dan runtut. Kita menilai kinerja karyawan bukan
berdasarkan kriteria senang atau tidak senang atau prasangka-prasangka etnis,
jender, agama, dan sebagainya, tetapi semata-mata berdasarkan keahlian. Kita
juga memiliki sikap terbuka terhadap kritik dan mau memperbaiki diri.
Demikian pula karyawan biasa. Supaya bisa dimengerti teman atau atasan,
kita juga harus memiliki sikap kritis. Indikator-indikator berpikir kritis di
atas dapat menjadi pedoman sejauh mana kita sudah bisa disebut orang yang
kritis. Di tempat kerja, kita akan sulit dipahami jika cara berkomunikasi kita
mengandung kias, prasangka, sterotip, dan sebagainya. Seluruh laporan kerja
kamu juga akan mudah dimengerti jika dikerjakan secara jelas dan logis
3. Berpikir Kritis dalam Kehidupan Sehari-hari
Berpikir kritis juga sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, karena,
1.
berpikir kritis membuat kita menghindari pengambilan
keputusan yang terburu-buru atau gegabah yang akan merugikan diri sendiri.
Misalnya, ketika kita memutuskan untuk membeli sesuatu, membangun hubungan
perkawinan dengan seseorang, pindah kerja, membangun bisnis, dan sebagainya.
2.
berpikir kritis juga memiliki peran penting dalam
kehidupan bernegara yang demokratis. Sistem politik yang demokratis menjamin
kebebasan kepada warga negara untuk menyatakan pikiran dan pendapatnya, baik
secara lisan maupun tulisan. Bentuknya bisa berupa aksi protes dan demonstrasi,
jajak pendapat, tulisan di Koran, pamflet, spanduk, dan sebagainya. Semua ini
dalam penerapannya sangat mengandaikan keterampilan berpikir kritis.
Berpikir kritis juga memiliki tujuan pada dirinya sendiri, yakni membuat
seseorang menjadi matang secara intelektual. Jika manusia pada umumnya bersikap
dogmatis, menerima dan percaya begitu saja pada apa yang dibicarakan atau
dikatakan orang, kita yang memiliki pemikiran kritis akan memiliki sikap yang
berbeda dengan kebanyakan orang tersebut. Kita akan mempertanyakan segala
sesuatu dan berusaha menemukan jawaban yang paling memuaskan